Sakit Gigi

Matahari masih enggan menampakan dirinya. Jam di dinding menunjukan pukul tujuh pagi. Ibu dan abah sibuk menyiapkan sarapan. Sayup-sayup terdengar suara rintihan dari dalan kamar. 

Abah mendekati asal suara itu. Sigi kecil meringkuk di balik selimut sambil memegangi pipi kanannya. 

"Kenapa, Nak?" Abah duduk di pinggir ranjang sambil mengelus lembut kepala Sigi. Menggeser tangan yang menutupi pipi kanannya. 

Abah terkejut. Pipi kanan Sigi kecil bertambah besar. Sigi kecil menangis tidak tahan dengan rasa sakit yang di deritanya.

Mendengar tangisan Sigi kecil, ibu masuk ke dalam kamar, dan melihat abah sedang memangku Sigi.

"Kenapa, kok nangis?" tanya ibu. Sigi kecil berpindah ke pangkuan ibu. 

"Coba buka mulutnya." 
Sigi kecil menggeleng. "Sakit." 

"Pelan-pelan aja, nggak apa-apa. Ibu mau liat gigi Sigi." 

Sigi membuka mulutnya kecil sekali. Abah mengarahkan senter ke dalam mulut, dan ibu memeriksanya. 

"Tadi malam, habis makan cokelat, Sigi sikat gigi nggak?" tanya ibu. 
Sigi menggeleng.

"Gusinya bengkak. Nanti kita ke dokter gigi, ya." 

"Nggak mau. Nggak mau," kata Sigi kecil sambil menangis. Ia takut ke dokter gigi. 

"Kita harus ke dokter. Kalau nggak diobatin, nanti semakin parah." Ibu meyakinkan Sigi
"Tidak apa-apa. Tidak usah takut." Ibu memeluk Sigi kecil yang masih menangis di pangkuannya.

"Lain kali, sebelum tidur jangan lupa sikat gigi, ya, biar nggak ada kuman jahat dalam mulut." Ibu berkata lembut sambil mengusap-ngusap punnggung Sigi kecil

Komentar