Pertemuan Semalam
Hai, Tuan
Terima kasih untuk pertemuan semalam. Setelah kau mengirimkan pesan singkat, "Tunggu sebentar, kita ngobrol." Adrenalinku meningkat. Menunggumu di peron dengan jantung yang berdegup cepat. Kau tahu rasanya seperti apa?
Seperti sedang menunggu pacar di awal-awal hubungan.
Kau turun dari kereta, menghampiriku dan mengajakku ke tempat yang tidak terlalu ramai.
Kita duduk bersebelahan mengahdap rel kereta.
Ada canggung yang menyelubungi. Saya tersenyum di balik masker dengan kikuk yang kau tidak bisa melihatnya. Hanya kerut mata yang membuktikan bahwa saya sedang tersenyum.
"Jangan gila dulu." Itu kalimat pertama yang kau keluarkan tadi malam.
Saya tergagap seperti orang yang sedang tertangkap basah.
Tuan, kerut di ujung matamu mengalihkan perhatian saya. Ternyata, kau sudah semakin tua. Tapi, apakah kau semakin bahagia?
"Loh, gimana?" tanyamu lagi dengan senyum.
Kau tahu tuan, bukan saya tidak mau menjawab, hanya saja lidah saya kelu, kata-kata yang suda saya siapkan ketika menunggu tuan, semuanya hilang menjadi serpihan di udara.
Bahkan, ketika saya berencana mengatakan, terima kasih telah membersamai di masa kelabu. Itu hanya berputar di kepala saya.
Semalam, saya menikmati cerita-cerita tuan. Pekerjaan yang sudah lama tidak saya lakukan.
Tuan banyak berubah. Membuat obrolan semalam lebih dalam. Tidak melulu tentang mimpi-mimpi tuan yang tidak berpijak.
Pada akhirnya kereta terakhir akan memasuki stasiun.
"Terima kasih sudah menjadi anak baik," katamu, tepat ketika kereta terakhir berhenti di depan kita.
Komentar
Posting Komentar