Janji Malam Nanti
Suar bangun dengan enggan, perasaannya masih kelabu sekalipun alarm dari gawai memeriahkan paginya. Matanya masih terpejam. Tangannya terjulur berusaha menggapai ponsel yang tergeletak di lantai.
Gedebuk! Tubuhnya mendarat dengan keras, wajahnya mencumbu lantai kamar kos berukuran 6 x 5 meter. Sesaat ia membatu, merasakan sakit yang tidak diduga. Lalu, dengan sangat lambat bahkan lebih lambat dari lemur, tangannya meraih ponsel yang tidak seberapa jaraknya itu.
Suar membuka ponselnya dan menulis pesan di aplikasi whatsapp "Saya izin tidak masuk hari ini."
Pesan itu hanya dipandangi saja lalu meletakkan ponsel di sebelahnya. Setelah kejadian malam tadi, ia malas untuk berinteraksi dengan siapapun.
Alarmnya berbunyi kembali tapi bukan untuk membangunkannya, melainkan mengingatkan bahwa hari ini jam 19.00 ia ada janji ke kedai dekat stasiun.
Dengan berat ia melangkah ke kamar mandi. Ia meringis kesakitan, merasakan perih di pergelangan tangan ketika air mulai membasahi tubuhnya. "Ah .... ternyata luka," katanya dalam hati.
Untuk menutupi lukanya, Suar menggunakan sweter berwarna kuning bergambar kartun telur mata sapi mentah.
"Tidak akan ada yang melihat," pikirnya.
Ia melihat wajahnya dalam cermin. Pucat dan berwarna hitam di bawah mata. "Itu bukan aku," gumamnya sambil meninggalkan cermin.
Jika bukan karena janji malam nanti, dan juga karena ia rindu dengan makanan yang sudah dipesan, Suar tidak akan meninggalkan kamar kos itu
Komentar
Posting Komentar