Sigi Kecil dan Hujan
Di suatu sore, hujan turun dengan lebatnya. Satu per satu anak-anak komplek berlarian keluar rumah bertelanjang dada. Dengan riang mereka bermandikan air hujan sambil bersenda gurau. Tawa mereka renyah — riuh tanpa beban.
Sigi kecil mencari sumber keramaian tersebut. Ia menuju beranda lantai dua rumah. Melihat anak-anak seusianya, yang lebih kecil, bahkan yang lebih besar darinya sedang menari-nari di bawah air hujan.
Sambil melihat keseruan di luar, Sigi kecil menghisap ibu jarinya, dan berteriak-teriak memanggil ibunya.
"Ibu... Ibu.... Aku mau kayak gitu." Ia menunjuk anak-anak yang sedang asyik bermain hujan.
Ibu dan abah menghampiri Sigi yang berada di lantai dua.
"Kenapa, kok teriak-teriak?" tanya abah lembut.
"Aku mau main kayak mereka," jawab sigi kecil dengan manja.
"Tapikan Sigi baru sembuh," tambah ibu.
"Aahhh... pokokmya aku mau kayak gitu." Sigi kecil berkata sambil menhentak-hentakan kakinya ke lantai.
Abah mengajak Sigi kecil turun. Lalu, mengeluarkan sesuatu berwarna kuning kunyit dari lemari cokelat yang ada dekat taman. Abah memanggil Sigi kecil untuk mendekat.
Sigi kecil mendekat. Ternyata sebuah jas hujan kecil. Abah memakaikan ke tubuh Sigi. Tidak lupa mengikat tali di bagian lehernya agar kapucong tidak terlepas.
"Eh... Eh... Bentar... Bentar." Baru saja tangan mungil itu dijatuhi air hujan.
Ibu membawa helm kecil berwarna ungu dan memakaikan helm sepeda itu ke kepala Sigi.
"Hmmm... Oke." Ibu mengerlingkan matanya tanda sudah boleh bermain hujan.
Sigi kecil gembira walau hanya bermain hujan di halaman belakang rumah. Ia berlari-lari mengitari taman sambil tertawa-tawa.
Komentar
Posting Komentar