Sigi Kecil Dan Pelangi

Pada Sabtu sore ibu dan abah berjanji mengajak Sigi kecil bermain di taman dekat rumah, setelah jam tidur siang. Sigi kecil tidak sabar menunggu waktu untuk bermain di taman. Tidurnya gelisah. bergerak ke kanan ke kiri.
"Udah jam empat belum, Bu?" tanyanya pada ibu yang ada di sebelahnya.
"Belum." Ibu kembali mengusap-usap punggung Sigi kecil sampai tertidur.

Tepat pukul 16.00 Sigi kecil bangun dari tidur siangnya. Ia segera menghampiri ibu dan abah yang sedang ngobrol di beranda rumah. 
"Ayo, kita pergi ke taman," rengeknya.
Abah memangku Sigi kecil yang rambutnya acak-acakan. Wajahnya mengahap dada abah.
"Kapan kita ke tamannya?"
Abah menugsap punggung Sigi lembut. "Coba lihat ke langit." Pinta ayah pada Sigi kecil. 

"Lihat! Warna langitnya hitam sebentar lagi akan hujan." Ibu menjelaskan sambil menunjuk langit.
Sigi kecil menangis di balik dada abah. Tak lama kemudian hujan turun dengan derasnya dan disertai petir. Suaranya mengelegar. Sigi kecil terkejut, ia mendekap abah lebih kencang. Melihat Sigi ketakutan, akhirnya ibu, abah, dan Sigi kembali ke dalam.

Ibu membuatkan susu hangat untuk Sigi. Sedangkan dengan wajah yang penuh senderut Sigi terus menatap ke luar jendela berharap hujan akan segera reda. Setelah bosan karena hujan tidak juga reda ia merebah di pangkuan ibu, di kursi ruang keluarga berwarna putih. Menggerakkan kakinya naik turun bergantian. Memilin-milin rambutnya yang tipis. 

"Sigi mau mendengar cerita tentang pelangi?" Sigi kecil mengangguk tidak semangat. Matanya masih menatap langit dari jendela besar ruang keluarga.

"Konon, katanya, di langit yang jauh di atas sana ada keluarga bidadari, dan bidadari yang masih kecil suka bermain-main ke bumi."

"Bagaimana caranya mereka turun?" Sigi kecil sudah mulai bersemangat kembali. Ia menyeruput susu yang tadi dibuatkan ibu lalu kembali merebah dan menatap langit.

"Mereka berseluncur dengan pelangi. Pelangi yang berupa-rupa warnanya. Ada merah, jingga, kuning, hijau, nila, dan ungu."

Di luar hujan sudah berhenti. Matahari sedikit menampakan sinarnya. Awan kelabu berubah menjadi langit yang cerah. 

"Lihat, Ibu, di sana ada pelangi." Sigi menunjuk langit.

Sigi kecil bangun dan menarik tangan ibu, mengajaknya ke beranda lantai dua rumah. Sesampainya di beranda atas, Sigi kecil melihat pelangi penuh dengan kekaguman. Matanya melebar dan tidak mengedip beberapa saat, tapi tak lama kemudian ia mengernyitkan dahi. 
"Mana bidadari-bidadari kecilnya, Bu?" Sigi kecil menatap wajah ibu dengan penuh tanya.
"Ini bidadarinya." Ayah mengangkat Sigi kecil yang berkuncir satu ke pundaknya sambil tertawa.


Komentar