Sisa Satu

Lewat tengah malam Suar tiba di kosan dan membiarkan kamar dalam kondisi gelap. Ia langsung menuju kamar mandi dan meletakan barang-barangnya begitu saja bertebaran di lantai. 
Suar tidak langsung membersihkan dirinya padahal ia sudah melucuti pakaian luarnya. Tutupan closet di rebahkan. Suar duduk di atasnya sambil menyandarkan tubuh.

Ia coba mengingat-ingat dompet kecil hitam dan lanyardnya. Ia yakin jatuh di stasiun akibat kejadian tadi. Apakah ada yang menemukan? Jika, iya, kenapa tidak langsung dikembalikan. Ataukah dibuang ke tempat sampah? Apakah orang yang menemukan akan meminta bayaran? Atau akan meneror, menelepon ke kantor. 

Suar memejamkan mata. Kepalanya dipenuhi kemungkinan-kemungkinan negatif. Sangat berisik. Tangan kanannya mengusap-usap pergelangan tangan kiri.
"Sisa satu," katanya dalam hati.
Sisa satu.
Sisa satu.
Sisa satu. Kata-katanya semakin cepat seperti detak jantungnya. 
Sisa satu. Ia menyalakan shower dan berdiri di bawahnya. 

Pergerakannya tidak terkontrol. Ia menggosok kepala dan badannya yang masih menempel pakaian dalam, sambil bergumam dengan cepat, "sisa satu." 
Sisa satu.
Sisa satu.
Sisa satu.
Suar menarik karet di pergelangan tangan kirinya sejauh mungkin dan segera melepaskannya. Ia meringis menahan sakit. Tubuhnya merebah di lantai kamar mandi — di bawah pancuran yang airnya masih menyala. Matanya menerawang ke atas. Sesekali ia menyeka wajahnya. Napasnya mulai teratur dan detak jantungnya tidak lagi berlari-lari.



Komentar